Malam kian larut, namun hatiku tetap bertanya-tanya. Aku tahu sudah tidak sepantasnya aku berpikiran seperti ini tapi aku masih tetap memikirkannya. Sedari tadi ku coba menenangkan hati dan pikiranku untuk tidak liar seperti ini. Apakah aku mencintai keegoisanku? Begitu pun denganmu? Apakah kita hanyalah dua insan yang saling mencintai keegoisan masing-masing? Tiba-tiba saja hal ini terlitas di benakku. Apakah kita saling mencinta? Atau hanya sekedar membersamai rasa? Aku takut jikalau aku mencintaimu dari dua hal yaitu logika dan perasaan, sementara kau hanya satu yaitu logika. Aku ini wanita, mengapa bisa aku mencintaimu tidak seimbang antara perasaan dan logikaku. Yah, aku benar-benar mencintaimu dengan perasaan. Logikaku hanya berjalan jika aku tak mampu membendung perasaanku. Sama halnya malam ini. Aku sedang mencintaimu dalam logika makanya aku bisa menuliskan kata demi kata ini. Aku ingin berucap "Sayang, bolehkah ku beli sedikit waktumu? Untuk hanya duduk manis dan membicarakan ini." Kita ini siapa? Apakah kita dua perasaan yang sama-sama takut kehilangan? Atau kita hanyalah sebuah ilusi? Yang takut kehilangan moment. Lalu apa sebenarnya tujuan kita bersama? Bukankah di awal kita adalah sebuah janji dan komitmen? Lalu apakah kita sama-sama masih mengingat hal itu sekarang? Ku rasa tidak, sekarang kita hanyalah masing-masing keegoisan yang mencoba memahami rasa. Jujur, aku sedang berada dalam sebuah ketakutan besar. Jika suatu saat diantara kita ada yang memberhentikan rasa. Pergi tanpa kata dan alasan. Dan kembali dengan satu jawaban "lelah". Bukankah sekarang kita sedang sama-sama memupuk percaya? Bukankah kita sedang berjuang demi sebuah rasa? Bukankah kita sedang belajar kembali saling memahami? Kita bukan lagi muda-mudi yang hanya pantas memikirkan hari ini ini. Tapi kita adalah dewasa yang seharusnya memikirkan esok dan bagaimana kita selanjutnya. Jika memang waktumu begitu mahal serta acuhmu begitu kasar lantas bagaimana kita bisa sama-sama yakin? Aku hanya ingin tahu apa yang sedang dirancang logikamu untuk kita. Dan aku pun sedang berusaha memahami perasaanku tentang bagaimana inginnya. Aku tak ingin kita nantinya menjadi doa yang hanya didengar sang semesta bukan yang terkabulkan. Aku sedang berusaha keras mengimani logikamu, mencintai acuhmu, merindukan kasihmu. Lantas, aku ini bertanya. Apakah aku sedang berhayal? Sedari hanya mampu menuliskan ini tapi tak bisa mengatakannya. Itu karena mulutku tak mampu beli waktumu. Perjalanan kita terjal, 4 tahun ini tidaklah mudah. Banyak hal yang sudah seharusnya kita pahami dan maknai. Aku takut menanyakan ini jikalau hanya memancing emosimu dan memancing air mataku. Yang ku mampu hanya menuliskan tanya ini lewat jemariku. Tidakkah kau merindukan tanyaku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar