Sabtu, 09 November 2019

Malamku, Damaiku.

Entah mengapa malam ini begitu rumit, isakku yang tak tertahankan. Rinduku menggebu. Hatiku berkecamuk. Bait² hati seperti telah bermetamorfosis ke pikiranku, baiklah ku coba menuliskanmu agar tak lagi terpendam.
Malam ini, ku buka brangkas foto pribadi dan ku temukan sosok yang menjadi alasan pikirku peluh. Hati seperti berbisik kau amat sangat meridukannya saat ini. Dan YA, mungkin jawaban terbaikku. Ku pandangi gambar itu sambil membayangkan senyum itu sedang merekah di depan mataku, menemani malamku sampai terlelap tapi itu halusinasiku. Bak berbincang denganmu ku ceritakan segala keluh-kesahku sambil sesekali ku usap air yang membasahi bola mataku sedari tadi. Ntahlah, seperti ada sakit yang tak bisa ku jelaskan.
Sedari tadi tanganku tak terhankan ingin mengirimkanmu pesan singkat tentang rinduku ini. Kau candu bagiku, lagi-lagi hatiku berkecamuk karenamu. Begitu banyak yang tak terungkap dari hati dan bibirku dan semoga dari tulisan ini kau paham. Ingin rasanya saat ini menemui sambil memelukmu erat sambil berucap terima kasih dan maafkan. Dua hal ini amat sangat berat ku katakan padamu. Ku akui kau sosok yang kuat, bahkan melebihiku. Aku tahu keadaan ini amat sangat sulit dan kau mampu bertahan, aku tahu hatimu mungkin saja menyimpan luka namun tak kau isakkan saja, saat kenyataan tak seperti inginmu. Maafkan aku yang terlalu memaksa keadaan, ini mungkin menjadikanmu serba salah bersamaku. Disisi lain perasaanmu tak dapat kau tepikan tapi nyatanya keadaan saat ini seperti membawa kita menjadi bukan kita yang sebenarnya. 
Terkadang aku iri dengan mereka yang bisa bersama dan bisa melihat sekelilingnya bahagia. Yah, aku masih tetap optimis kalo suatu saat nanti kita juga akan merasakannya. Hanya saja waktu dan keadaannya tidak berpihak kepada kita. Oh iya, harusnya aku bisa lancang mengatakan ini padamu tapi maafkan aku yang terus menyembunyikan ini dan memilih untuk memendamnya. Jujur saat ini aku kehilangan diriku, arahku, damaiku. Aku seperti berjalan tapi tak ada arah. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk mengarah padamu namun kau tahu? Aku takut apabila suatu saat nanti yang ku pegang erat ini justru akan menjadi sakit yang dalam bagiku. Aku memilihmu bukan karena rupamu juga hartamu, tapi jiwa besarmu yang selalu membuatku terkesima akan sosokmu walau ku tau kau orang yang begitu keras dan egois. Tapi bukan itu yang akan ku jadikan alasan untuk kita saling tak bersuara hingga berada pada masing-masing titik jenuh untuk berhenti saling memperjuangkan. 
Aku butuh ruang, aku butuh waktu untuk memikirkan perjalan panjang yang akan kita lalui nanti. Mimpiku begitu besar untuk kita saling berpegang kuat sampai nanti, ku mungkin saja bisa bertahan asal kau tau menghargai. Yang ku takutkan ketika suatu saat nanti aku yang terlalu egois untuk membersamai rasa. Namun pada akhirnya kau memilih untuk menutupnya dan bergegas pergi. 
Terima kasih untuk setiap rasa yang selalu mewarnai hari, dari sini aku belajar hidup tak selamanya bahagia juga tak selamanya menyimpan sedih. 
Semoga tulisan malam ini menjadi penanda untukmu bahwa aku ingin kita tetap ada. Saling menyokong rasa hingga rasa itu tak direbut waktu. Kau adalah semogaku dalam setiap bait-bait curhatanku dengan penciptaku. Ada banyak hal yang harus kita perbaiki bersama. Marilah temuiku disisi malamku agar kau tahu bagaimana caraku menemui damaiku. Selamat menikmati waktu, kita sudah cukup lelah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar