Kecewa, mungkin mendengar kata kecewa hal yang kita fikirkan adalah rasa dikhianati, diselingkuhi, yang pasti perasaan kita yang tersakiti. Kekecewaan itu muncul seiring hal yang kita harapkan benar ternyata salah, hal yang seharusnya tak menjadi masalah kini malah membuat diri kita menjadi tersiksa. Kalau kamu pernah dikecewakan oleh seseorang itu wajar, karena yang namanya manusia itu tak lepas dari rasa kecewa. Tetapi untuk menghindari atau meminimalisir kekecewaan itu tentu ada caranya, yaitu dengan jangan menaruh harapan kepada siapapun itu..
maafkan aku, maafkan keegoisanku selama ini. Sekarang aku sadar, aku memang membutuhkanmu, membutuhkan cintamu, membutuhkan perhatianmu, aku membutuhkan sosokmu untuk ada disini bersamaku. Kembalilah kepadaku, kita mulai kembali kisah kita.”
Tersentak aku seketika mendengar ucapnya. Entah apa yang harus aku lakukan. Ini memang inginku, tapi aku sudah tak mampu, tak mampu untuk kembali kepada kisah itu. Terdiam aku seketika, aku tak tau apa yang harus ku katakan padanya. Keadaan seperti ini sangat sulit untukku lewati, bahkan untuk menjawab pun aku tak mampu. Logika dan hati sudah tak sejalan, logika menolak dengan keras, namun hati tak bisa dibohongi.
Ku lihat matanya, tatapan itu masih sama, masih sama seperti dulu, seperti dulu saat aku bersamanya. Terlalu dalam dan aku tak mampu untuk melepasnya. Penuh kasih tulus, sangat menyejukkan. Tatapan mata memang tak pernah bisa berbohong, ia menunjukan ungkapan hati sesungguhnya.
Lalu apa yang harus aku lakukan? Lelaki dihadapanku sedang menanti jawaban yang akan membuatnya bahagia atau malah menjatuhkannya seketika.
“aku sangat menyayangimu, bahkan terlampau menyayangimu. Tetapi aku sudah tak mampu untuk kembali pada kisah kita. Kisah indah kita dulu.” Ucapku.
“kau menyayangiku, lalu apa yang membuatmu tak ingin kembali?” tanyanya.
“kau pun dulu sangat menyayangiku, terlampau sangat menyayangiku namun apa yang menyebabkanmu melepasku? Jika kau mampu menjawab itu, aku pun akan menjawab alasanku tak bisa kembali.” Tegasku.
Ku tatap ia tajam dan ia hanya terdiam, tertunduk diam. Tatapannya kosong. Mungkin ia sudah kehabisan alasan untuk menjawab pertanyaanku.
“hati ini bukan pintu, yang bisa kau masuki dan keluar sesuka hatimu. Hati ini bukan tali, yang bisa kau tarik ulur seperti maumu. Hati ini bukan sampah yang bisa kau ambil lalu kau buang saat kau tak butuh. Bukan pula baja yang sangat kuat walau seberat apapun bebannya ia mampu menopangnya. Hati ini rapuh.” Ucapku.
“maafkan aku L.”
Hanya itu yang mampu ia ucapkan. Lelaki dihadapanku memang penjual kata maaf, setiap kesalahan yang ia lakukan dan ia tau itu menyakitiku hanya mampu ia bayar dengan kata maaf. Lalu selanjutnya? Tak ada perubahan, tetap ia lakukan kesalahan yang sama.
Ini sudah kesekian kalinya ia menghempasku, melepasku dan membuang semua kisah indah kita. Sudah kesekian kali pula aku selalu kembali kepada kesalahanku, kesalahanku kembali pada kisah yang memang sudah tidak baik untuk dijalani. Ia dengan keegoisannya dan aku dengan kebodohanku. Entah ia anggap apa aku selama ini.
“sudah lelah rasanya aku selalu berjuang sendirian dalam kisah ini. Kau jatuhkan aku disaat aku sudah benar-benar yakin, aku berjuang sendirian menyembuhkan lukaku, bahkan sekarang aku sudah lupa caranya untuk bangkit. Terlalu banyak luka dan kau tak pernah mampu untuk menyembuhkannya. Dan sekarang apalagi yang akan kau lakukan? Aku bukan bonekamu yang bisa kau mainkan.”
Suasana hening. Aku seperti berbicara dengan orang bisu. Tak ada balasan kata darinya, menatapku pun ia tak mau. Kata-kata apalagi yang akan ia lontarkan untuk meyakinkanku, alasan apalagi yang akan mampu ia berikan untuk membuatku kembali padanya, aku sangat menanti itu.
Rasaku memang terlalu dalam untuknya, bahkan hingga saat ini pun aku tak mampu melupakannya, bayang-bayangnya masih melekat kuat dipikiranku. Hati ini masih terukir jelas namanya, namun rasa kecewaku sudah mengalahkan semuanya. Sudah tak ingin aku berjuang, sudah lelah aku bertahan, habis sudah air mata..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar