Sabtu, 09 Maret 2019

Bahasa Hati

Untuk dunia yang begitu mencekam dan tak lagi bersahabat padaku, haruskah ku lakukan sayembara hati? Agar ku temukan kembali serpihan hati yang hilang. Perlahan ku coba lupa akan sedihku, akan amarahku, akan kecewaku, akan sakitku namun jiwa kembali sepertinya masih belum bisa menerimanya seolah ia menolak untuk lupa akan perihnya suatu rasa. Bila tak kunjung datang kebahagiaan itu, haruskah ku jadi pujangga untuk terus merangkai kata dan kalimat akan setiap bait bahasa hati? Sungguh miris akan rasa peduli, sungguh miris akan kasih sayang, sungguh miris akan arti cinta yang sesungguhnya. Seolah mati rasa, tak lagi ku dapati duniaku. Dunia yang selama ini membuatku kuat, dunia yang selama ini menemaniku menjelajahi bahagia, dunia yang selama ini berteman denganku kini tak lagi ada. Ketika rasa bersalah terus menghantui akan rasa yang selama ini ku genggam, akan egoisnya jiwaku yang terus meronta ingin dimengerti. Lalu pernahkah ku pikir mereka'ku? Mereka yang selalu ingin membangun kokohnya bahagiaku, mereka yang tak ingin ada air mata menghantuiku, mereka yang tak ingin ku terkekang akan peliknya akalku. Namun setianya, tetaplah rasa itu seolah tak mengerti bahasa hati yang ku tulis sejak tadi. Semua yang ku curahkan, semua yang ku rasakan menjelma menjadi ruang kosong yang tak berdenting. Akukah sajak hati yang pilu? Tak lagikah kau bisa memaknaiku? lalu mengapa engkau rindu? terdiam akan rasa rindu yang kau pendam membuat dunia begitu terasa mencekammu. Rasamu yang berkecamuk dalam egois yang selalu kau tahan membuatmu mati rasa. Bermasa bodoh akan cinta dan bahagiamu membuatmu lupa akan cinta yang sesungguh-Nya. Apalah arti air mata yang setiap saat kau jatuhkan demi meredam setiap rasa yang ada? Akankah kau terus berada dalam lingkup egoisme jiwamu? Lalu bagaimana dengan rasa yang selama ini tumbuh dihatimu, masihkah kau tak percaya itu? Tak sadarkah kau akan pencipta hatimu? Saat tak lagi ada cinta yang kau rasa akan kehidupan yang kau jalani, sadarkah kau bahwa Dia (Tuhan) tak pernah tidur untuk membangun cintamu? Kau lupa akan bersyukur setiap detik nafas yang terus terhembus sampai saat ini. Pulanglah, apabila tak sanggup lagi kau memaknai rasa. Agar kau temui hidup dan rasa yang kau cari diujung sajadah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar